RADARJOGJA – Keistimewaan Jogjakarta sudah berlangsung selama tujuh tahun. Selama kurun waktu itu, keistimewaan dinilai belum memberi dampak signifikan untuk mengurangi angka kemiskinan dan ketimpangan di Jogjakarta.

Terhitung sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIJ, dana triliunan rupiah telah digelontorkan pemerintah pusat untuk Jogjakarta melalui Pemprov DIJ.

Saat ini angka kemiskinan berada di angka 11,7 persen atau 446 ribu jiwa penduduk. Sementara itu, ketimpangan yang terjadi di DIJ masih paling tinggi di Indonesia dengan angka 0,423.

Melihat keadaan tersebut, pemprov bertekad program danais yang digelontorkan lebih ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Hal itu dilakukan melalui program-program pemberdayaan.

Gubernur DIJ Hamengku Buwono X menjelaskan, progresivitas penurunan kemiskinan melalui program danais tidak bisa dilakukan dalam sekejap. Namun, dia melihat ada penurunan angka kemiskinan dari tahun ke tahun.

Menurutnya, pada 2016 tercatat kemiskinan di angka 488 ribu. Angka itu menurun menjadi 446 ribu hingga tahun ini.

”Danais itu kan tidak bisa diberikan langsung kepada rakyat. Jadi, harus melalui program. Bagaimana program melalui danais bisa membuat masyarakat sejahtera,” kata HB X beberapa waktu lalu.

HB X menegaskan, kemiskinan dan ketimpangan masih menjadi perhatian serius yang terus digarap oleh pemprov. Penurunan kemiskinan dan ketimpangan tersebut telah ditertuang dalam RPJMD lima tahun mendatang. ”Itu artinya APBD dan danais yang ada, diperuntukkan untuk itu. Dan, OPD harus saling bekerja sama untuk merealisasikan hal itu,” katanya.

Sekprov DIJ Gatot Saptadi menilai capaian DIJ terbilang baik. Dari sisi akuntabilitas, ujarnya, capaian DIJ cukup baik dibandingkan provinsi lain penerima dana dari pemerintah pusat.

Termasuk, lanjutnya, penyerapan anggaran dan perencanaan sudah sesuai ketentuan yang diharapkan pemerintah pusat. ”Dari outcome kan debatable. Biar rakyat menilai,” katanya.

Panindrya Keistimewaan Beny Susanto menjelaskan, Pemprov DIJ telah bercermin dari dinamika pemanfaatan danais selama tujuh tahun ini. Itu mengacu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2017-2012 bahwa keistimewaan akan dikembalikan pada mandat UU 13/2012.

”Danais ikut memberikan stimulus penurunan kemiskinan yang diamanatkan dalam RPJMD sebesar 7 persen,” kata Beny ditemui di ruang kerjanya, Jumat (30/8).

Dia mencontohkan, sebelumnya danais di sektor kebudayaan lebih banyak ditujukan pada perhelatan kebudayaan. Kini anggaran akan ditujukan pada pemberdayaan masyarakat.

Menurutnya, pertujukkan kebudayaan yang selama ini dibiayai danais masih pada tatanan permukaan saja. Pertunjukkan belum mencerminkan pemanfaatkan danais yang sebenarnya.

Dia mencontohkan pertujukkan wayang yang digelar masyarakat. Pertujukkan itu juga harus bisa memberi efek kesejahteraan pada masyarakat.

”Kalau nanggap wayang, jangan dominasi satu dalang saja. Kita kan punya lima ratus dalang. Bisa tidak, mencakup semuanya karena kalau digerakkan akan sangat baik baik ekonomi,” paparnya.

Jumlah danais khusus sektor kebudayaan masih di bawah anggaran untuk tata ruang. Tahun anggaran 2019, pagu anggaran untuk tata ruang sebesar Rp 660,4 miliar. Realisasi yang sudah berjalan sebesar Rp 254,3 miliar.

Sedangkan alokasi untuk bidang kebudayaan dalam beberapa tahun terakhir mendapat porsi terbesar. Tahun ini realisasi anggaran tahap dua hingga Mei sebesar Rp 39,1 miliar dari pagu anggaran sebesar Rp 496,6 miliar.

”Bukannya yang nanggap-nanggap itu salah. Tapi, kami memikirkan esensi program untuk menyejahterakan rakyat,” ujarnya.

Pemanfaat danais mulai tahun ini pun difokuskan berbasis kewilayahan. Kegiatan yang dilaksanakan tidak lagi bertumpu pada program pemprov. Kegiatan dalam ruang lingkup rukan tetangga, rukun warga, kelurahan, dan kecamatan diselenggarakan oleh tingkat kabupaten dan kota.

Tahun ini dua wilayah yakni Gunungkidul dan Kulonprogo telah mendapatkan Bantuan Keuangan Khusus (BKK). Dua kabupaten tersebut mendapatkan anggaran BKK sebesar Rp 190 miliar.

Gunungkidul mendapatkan jatah sebesar Rp 127 miliar. Sisanya untuk Kulonprogo.

”Pada 2020 semua kabupaten/kota sudah mendapatkan program ini. Artinya, mereka juga bertanggung jawab dalam pengentasan kemiskinan di wilayahnya,” katanya.

Keberadaan BKK membuat akses untuk penggunaan danais hingga level terendah tidak sulit. Setiap program usulah dari tingkat terbawah kini ditangani kabupaten dan kota.

”Akibatnya, bupati maupun wali kota mesti mengetahui program kebijakan daerahnya untuk urusan keistimewaan,” jelasnya.

Peran pemprov dalam penggunaan danais di masa depan pun berubah. Pemprov bakal berpegang pada program yang ada di kabupaten dan kota. ”Program provinsi yang berpegang pada program OPD (organisasi perangkat daerah) DIJ,” terangnya.

Beny menjelaskan, sampai Mei lalu realisasi kinerja danais sebesar Rp 301 miliar dari pagu anggaran Rp 1,2 triliun. Realisasi keuangan sebesar 31,39 persen dan fisik sebesar Rp 62,25 persen. ”Tahun ini penyerapan 98,28 persen sehingga ada silpa Rp 38 miliar,” terangnya.

Selain penyerapan danais di sektor tata ruang dan kebudayaan, sejumlah sektor lain juga menyedot anggaran danais. Meski, jumlahnya tak sebesar dua bidang tersebut. Di sektor pertanahan, realisasi anggaran hingga Mei sebesar Rp 4,4 miliar dari pagu Rp 27,15 miliar. Untuk kelembagaan, serapannya sebesar Rp 3,35 miliar dari pagu 15,7 miliar. (bhn/amd)