RADAR JOGJA – Sembilan tahun lalu, Gunung Merapi mengalami erupsi dahsyat. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Ratusan jiwa termasuk juru kunci Mbah Marijan meninggal dunia dan ribuan orang mengungsi. Tidak sedikit warga yang kehilangan rumah akibat terjangan awan panas.

Sabtu malam (26/10) SAR DIJ mengadakan acara “9 Tahun Mengenang Erupsi Merapi” bertempat di Barak Pengungsian Brayut, Wukirsari, Cangkringan. Selain untuk mengenang juga  ajang untuk konsolidasi. “Kunci dari mitigasi bencana adalah konsolidasi,”  ujar Komandan SAR DIJ Brotoseno di depan ratusan peserta dari SAR, BPBD maupun Basarnas DIJ.

Saat ini kondisi Merapi masih pada level waspada sejak statusnya dinaikkan satu tahun lalu. Brotoseno menuturkan, pengalaman yang didapatkan saat erupsi 2010 hendaknya jadi bahan evaluasi untuk meminimalisasi dampak risiko bencana.

Ia mengatakan, seluruh relawan SAR DIJ saat ini menganggap status Merapi sudah pada level Awas. Artinya, para relawan SAR selalu siap jika sewaktu-waktu ada gejolak di gunung apiu teraktif di dunia itu.

Dia juga menyatakan setiap bulan selalu ada pelatihan secara teknis, dalam hal mitigasi bencana. Dia turut memastikan sekitar 2.000 orang relawan SAR yang tersebar di seluruh wilayah DIJ dalam kondisi siap. “Kalau secara teknis sudah selesai (mitigasi),” bebernya.

Dalam acara itu turut hadir Staf Ahli Kementerian ESDM Surono atau  yang jamak dikenal Mbah Rono. Pria berambut putih itu mengatakan ada perbedaan yang mencolok antara 2010 dan 2109. Menurutnya, saat ini kesiapsiagaan masyarakat sudah lebih baik. “Kesiapsiagaan masyarakat di Merapi ini sangat luar biasa. Saya belum pernah menemukan kesiapsiagaan seperti ini,” tuturnya.

Mbah Rono menuturkan, saat ini Merapi masih mencoba untuk menyeimbangkan kondisinya. Sebab, kata dia, energi Merapi sudah dihabiskan pada erupsi tahun 2010. “Saya kira ini proses (menyeimbangkan) yang lama, tapi lamanya seperti apa, saya tidak tahu. Seperti apa, ya akan seperti ini terus,”  tururnya.

Menurutnya, banyaknya guguran yang terjadi di Merapi tidak menjadi masalah. Pasalnya, sistem Merapi saat ini sudah benar-benar terbuka. Berbeda dengan 2010 yang saat itu disebutnya sistem Merapi tertutup. Sehingga dengan energi sebesar apa pun untuk saat ini akan cepat dilepaskan menjadi guguran atau hembusan.

“Kalau banyak guguran tidak masalah. Tapi kalau banyak gempa low freq  tapi tidak banyak gugurannya, ini yang masalah, kemungkinan seperti 2010, tapi saya kira itu butuh waktu,” terangnya.

Mbah Rono menjelaskan, untuk bisa stabil seperti sebelum letusan 2010 membutuhkan waktu hingga puluhan tahun.  “Sembilan tahun masih seperti ini-ini saja kan,” bebernya.

Dia menjelaskan, saat ini aktivitas Merapi sudah berubah. Juga dengan karakter Merapi. Tanda erupsi Merapi juga turut berubah. “Saat ini radius tiga kilometer, kalau diikuti saya kira aman,” katanya. (har/laz)