RADAR JOGJA – Pemilihan kepala desa (pilkades) serentak di Kabupaten Sleman akan digelar 29 Maret 2020. Dilaksanakan di 49 desa. Di 1.102 tempat pemungutan suara (TPS). Melibatkan 1.220 pemantau lapangan dari perguruan tinggi. Total biayanya mencapai lebih dari Rp 43,5 miliar.
ITU kali pertama Pemkab Sleman bakal menerapkan sistem e-voting untuk pemungutan suara pilkades. Biaya pelaksanaan yang begitu besar menjadi perhatian serius komisi A DPRD Kabupaten Sleman. Pun banyaknya pihak luar yang terlibat.
Untuk belanja perangkat e-voting saja menelan anggaran hingga Rp 26,7 miliar. Sedangkan untuk operasional Rp 7,3 miliar (APBD 2019) dan Rp 9,5 miliar (APBD 2020).
Ketua Komisi A Ani Martanti mengimbau panitia pelaksana e-voting pilkades untuk ekstra hati-hati, teliti, dan detail terkait penjadwalan, sosialisasi, dan koordinasi antarpihak. Itu mengingat e-voting merupakan hal baru bagi masyarakat.
Bahkan sempat menimbulkan polemik pada awal rencana pelaksanaannya. Ada pro dan kontra. “Jangan sampai hanya karena sistem pemungutan suara pilkades kali ini beda dari sebelumnya malah menyebabkan kekacauan,” tuturnya.
Ani mendorong seluruh masyarakat mendukung pelaksanaan e-voting. Agar tahapan yang telah setengah jalan bisa terealisasi dengan baik dan maksimal. Apalagi semua peralatan juga sudah tersedia.
Toh jika hal itu terlaksana sama saja mewujudkan salah satu tujuan program Sleman smart regency. “Sosialisasinya harus maksimal dan menyeluruh,” katanya.
Menurut Ani, komisi A akan turut mengawal dan memonitor jalannya sosialisasi e-voting pilkades. Guna memastikan informasi seputar e-voting tersampaikan secara menyeluruh. Hingga ke lapisan bawah masyarakat. Setidak-tidaknya hingga wilayah padukuhan yang terdapat TPS.
“Jangan setengah-setengah. Karena e-voting ini teknologi baru, wajar jika ada masyarakat yang kaget. Makanya harus dipahamkan,” ucap politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu.
Warga yang berdomisili di wilayah pinggiran harus menjadi prioritas utama sosialisasi. Karena beberapa lokasinya terpencar. Juga karena kondisi psikososial masyarakatnya. Komisi A akan ikut mendampingi proses sosialisasinya.
Menurut Ani, panitia pilkades akan melakukan sosialisasi e-voting secara visual. Tapi Ani tetap minta sosialisasi secara tertulis. Agar orang-orang tua yang tak paham teknologi tetap bisa memahami mekanisme e-voting lewat gambar dan tulisan. “Intinya sosialisasi harus serius dan tepat sasaran. Sesuai dengan ketentuan,” tegasnya.
Ani berharap tingkat kepesertaan pemilih pada pilkades serentak kali pertama tersebut tinggi. Sehingga hak suara masyarakat bisa tersalurkan untuk calon-calon pemimpin di desa mereka.
Sementara bagi para pendukung calon kepala desa, Ani mengimbau untuk selalu menjaga suasana kondusif. Tetap profesional dan sportif dalam penyampaian dukungan. Apa pun hasilnya, siapa pun kades yang terpilih, Sleman harus tetap nyaman dan damai.
Di bagian lain, lanjut Ani, komisi A juga menyoroti mekanisme pengisian Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan perangkat desa. Agar jangan sampai terjadi kendala gara-gara ketidakpahaman panitia pelaksananya.
Meski aturannya sudah jelas, menurut Ani, panitia kadang tidak menguasai materinya. Termasuk petunjuk teknis maupun tata tertibnya. Hal itulah yang kerap menuai konflik di lapangan. “Ini juga jadi perhatian kami. Demi kelancaran prosesnya,” ujarnya.
Ani mencontohkan pengisian anggota DPD. Prinsipnya setiap warga bisa mengikuti seleksi DPD. Kecuali seseorang yang memiliki hubungan horizontal, vertikal, maupun ikatan darah dengan kepala desa atau perangkat desa lainnya. Termasuk panitianya. Misalnya kakak, adik, anak, istri, keponakan, dan orang tua.
Hal itu harus dihindarkan demi mencegah conflict of interest dan netralitas dalam pemilihan BPD maupun lowongan perangkat desa.
Dasar pengisian perangkat desa wajib mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 10 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pengisian dan Pemberhentian Perangkat Desa.
Ujian pengisian perangkat desa dilaksanakan oleh pihak ketiga. Dalam hal ini perguruan tinggi yang sudah terakreditasi minimal B dengan panitia pengisian perangkat desa tingkat desa.
Hasil ujian selanjutnya diserahkan oleh pihak ketiga kepada panitia. Dilengkapi berita acara.
Panitia tingkat desa akan memberikan nilai tambahan berdasarkan pengalaman bekerja di lembaga pemerintahan desa dan muatan lokal. Dua unsur nilai tambahan itu juga diatur dalam peraturan daerah. Sehingga panitia tidak bisa mempermainkan nilai calon perangkat desa.
Peraturan daerah tersebut juga menegaskan bahwa desa yang melakukan seleksi pengisian perangkat tanpa melibatkan pihak ketiga maka dianggap tidak sah.(*/yog)