RADAR JOGJA – Tiga setengah tahun berpisah, empat mantan penggawa grup musik Captain Jack memutuskan untuk reuni. Alih-alih mengangkat nama terdahulu, mereka memilih tanpa nama. Alhasil sebuah tajuk Titik Balik dipilih sebagai artefak kembalinya ke dunia musik.
Berawal dari perbedaan visi dan misi dalam bermusik grup musik kenamaan di Jogjakarta, Captain Jack, sempat pincang. Tiga personel awal Momo (vocal dan gitar), Zuhdil (gitar) dan Ismeth (keyboardis) memilih hengkang di medio 2016. Menyisakan dua penggawa Andi (drummer) dan sang pembetot bas Novan.
Pascaperpisahan ini, anggotanya sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ismeth memilih untuk pulang ke tanah kelahirannya Pontianak, Kalimantan Barat. Kepulangannya ini juga bertujuan merawat sang ibunda. Sementara Momo dan Zuhdil tetap bermusik dalam bendera grup musik mereka, Parabiru.
Waktu berselang keempat pendiri ini memiliki perasaan yang sama. Berawal dari komunikasi jarak jauh, Ismeth mengajak ketiga temannya untuk reuni. Gayung bersambut, empat musisi ini berhasil meredam ego emosinya. Sebuah café di Pontianak menjadi saksi bangkitnya grup musik cadas ini.
Kesuksesan panggung Pontianak memercikan ide liar lainnya. Jogjakarta sebagai kawah candradimuka dipilih sebagai panggung selanjutnya. Mereka sepakat untuk menuangkan kekangenan bermusik di 22 Desember. Sebuah hastag khusus telah diusung sebagai wujud kampanye.
”#Bertemudidesember kami pilih sebagai tajuknya. Obat kerinduan kami untuk bermusik kembali, kerinduan kami untuk bertemu dengan penikmat-penikmat musik kami,” kata Momo yang juga berprofesi sebagai sound engineer ini.
Uniknya dalam reuni kali ini tak ada nama band. Keempatnya sepakat tidak mengusung rumah lama mereka, Captain Jack, sebagai payung bermusik. Walau begitu sebuah nama spesial tetap diusung. Titik Balik, nama ini dipilih sebagai gambaran bermusik mereka.
”Tidak hanya personel, Titik Balik seakan menjadi semangat untuk teman-teman lainnya. Para kru, manajemen, teman-teman terdekat kami hingga penikmat musik. Kami sepakat untuk bikin sesuatu, hingga muncul nama Titik Balik,” kisahnya.
Bagi Momo, konser ini sekaligus menjadi cermin kondisi saat ini. Bagaimana kondisi sosial terus mengalami ke-chaosan. Saling menjatuhkan hanya untuk memenuhi dahaga kepentingan personal dan golongan. Inilah yang terangkum dalam lirik-lirik lagu mereka layaknya sang pemberontak. (dwi/ila)