RADAR JOGJA -Kasus Diabetes Melitus (DM) ternyata masih sangat tinggi di Indonesia. Jumlah kematian yang diakibatkan oleh penyakit kencing manis tersebut mencapai 6 persen atau 1.551.000 orang pada tahun 2014.

Hal tersebut disampaikan dr  Mahendro Prasetyo Kusumo saat memberi pelatihan pencegahan kencing manis dan kompilkasinya melalui pemberdayaan masyarakat berbasis budaya lokal di Balai Desa Sidokarto, Godean, Sleman, Rabu (19/2).

Dokter muda yang juga merupakan Ketua Tim Pengabdian Masyarakat dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu menyebutkan, ada beberapa jenis DM.

Diabetes Melitus (DM) tipe 1 merupakan bawaan sejak lahir atau keturunan, DM tipe 2  karena gaya hidup atau pola makan. Juga ada Diabetes Melitus (DM) saat masa kehamilan.

“Jadi sekali lagi tidak ada yang namanya gula kering atau gula basah,” ujarnya.

Secara global dirinya mengungkapkan, DM tipe 2 adalah termasuk kategori sepuluh besar penyakit penyebab kematian di tahun 2011 dan diprediksi bakal menjadi penyebab kematian ketujuh dunia pada tahun 2030 bila tidak diantisipasi.

Menurutnya, pola gaya hidup tidak sehat dapat meningkatkan resiko kencing manis. Salah satu contohnya yakni kurangnya aktivitas fisik dan kontrol pola makan yang tidak konsisten.

“Hal itu disebabkan oleh rendahnya pengetahuan pasien dan dukungan keluarga tentang pengendalian serta pencegahan kecing manis,” ungkap Mahe, sapaannya.

Lebih lanjut, pria yang akrab disapa Dokter Mahe itu menegaskan, rendahnya dukungan sosial dari keluarga atau masyarakat sekitar menjadi salah satu penyebab sulitnya pasien pengidap DM mengendalikan glukosa darah.

“Selain melakukan aktivitas fisik minimal 150 menit/minggu atau 30 menit/hari, perlu juga adanya keterlibatan orang terdekat pasien, termasuk tokoh masyarakat,” katanya.

Pada kesempatan tersebut, Dosen Kesehatan Masyarakat UMY ini bekerja sama dengan Pemerintah Desa Sidorejo melalui Kader Desa Siaga Sidokerto membentuk kelompok di 14 padukuhan yang telah dilatih oleh tenaga kesehatan.

“Tujuan nantinya para kader dapat melakukan pendampingan pasien yang terdiagnosis DM, saling memberikan motivasi, dan berbagi ilmu dengan pasien dilingkungan tempat tinggalnya termasuk upaya untuk screening,” tambahnya.

Mahendra kembali menegaskan, kader-kader tersebut tentunya lebih memahami karakteristik dan budaya lokal masyarakat sehingga cara penyampaian informasi akan lebih dapat diterima.

“Ini sebagai salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat sebagai upaya meningkatkan kesehatan masyarakat di Desa Sidokarto,” katanya.

Terbentuknya kader DM ini diharapkan dapat memberikan contoh wujud desa sehat yang mampu memberikan informasi lebih luas kepada masyarakat. Serta dapat menggerakan masyarakat untuk melakukan pencegahan penyakit DM tipe 2.

“Semoga melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat ini, Kader Sehat Bebas DM yang terjun di masyarakat dapat menurunkan jumlah penderita DM tipe 2 di Desa Sidokarto,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Desa Sidokarto H Istiyarto Agus Sutaryo, SE mengapresiasi kegiatan tersebut. Dari kegiatan tersebut para Kader Desa Siaga Sidokarto mendapat wawasan baru tentang penanganan DM.
“Kami berharap kegiatan seperti ini tidak berhenti sampai disini tetapi terus berkelanjutan,” harapnya.

Kegiatan pengabdian masyarakat ini menjalankan Catur Dharma Perguruan Tinggi melalui rancangan proposal yang lolos disetujui LP3M UMY. Dilaksanakan oleh dr Mahendro Prasetyo Kusumo, MMR, FISPH, FISCM dan Dr Dr Nur Hidayah, SE, MM sebagai anggota.

Rencananya kegiatan pengabdian masyarakat ini akan dilaksanakan sebanyak tiga tahap. Tahap pertama pelatihan, sedangkan bulan depan masuk tahap kedua yakni aplikasi per padukuhan. (naf/ila)