RADAR JOGJA – Perwakilan ojek online (ojol) Jogjakarta dari lintas operator menyambangi Kompleks Kepatihan, Kamis (12/3). Mereka audiensi dengan Gubernur Hamegku Buwono X, menuntut adanya jaminan keamanan saat bekerja pasca konflik antara ojol dengan  debt collector (DC) yang terjadi belum lama ini.

Perwakilan ojol Purnomo Susanto mengatakan, tujuan diadakan pertemuan untuk menunjukkan komitmen ojol dalam menjaga kondusivitas Jogjakarta yang aman, nyaman, dan damai. “Rekan-rekan juga menginginkan kondisi yang nyaman dalam bekerja seperti saat kondisi sebelum peristiwa bentrok terjadi,” katanya setelah menemui gubernur di Kepatihan.

Para driver berharap bisa mendapat jaminan keamanan yang lebih baik saat bekerja. “Gubernur juga akan mengomunikasikan kelompok yang kemarin berselisih paham dengan teman-teman ojek online,” tambahnya.

Terkait adanya driver yang terluka akibat peristiwa itu, dikatakan Gubernur HB X telah memberi santunan kepada para korban saat audiensi berlangsung. Namun Purnomo belum bisa menyebut nilai rupiah yang diberikan kepada pihak ojol. “Alhamdulilah, tapi ini masih amplopan. Belum saya buka. Ini dari pribadi Ngarso Dalem.  Akan kami sampaikan kepada para korban,” ucapnya.

Dalam pertemuan itu, HB X juga menyampaikan pesan bahwa kunci utama untuk bersosial adalah kebersamaan dengan sikap ramah tamah, kesopanan, dan kesantunan. Pihak ojol berkomitmen untuk menjalankan pesan itu guna menjaga Jogja yang kondusif.

Adapun terkait proses hukum, pihaknya telah menyerahkan sepenuhnya pada kepolisian. Beberapa waktu lalu tim pendamping hukum ojol telah melakukan pelaporan. “Satu korban sudah ada yang dimintai keterangan oleh penyidik. Kami akan mengawal bersama terhadap proses penegakan hukum secara transparan,” jelasnya.

Susanto mengakui masih adanya kekhawatiran dari para driver pasca kerusuhan itu. Pihaknya terus mensosialisasikan bahwa kondisi di Jogjakarta sudah kondusif. “Silakan untuk on bid, melakukan pekerjaan seperti biasa. Kalau ada hal yang menganggu silakan laporkan ke kepolisian dan pengegak hukum. Jangan melakukan tindakan main hakim sendiri,” imbaunya.

Kasat Intel Polresta Jogja Kompol Supardi menyampaikan, pihak ojol hendaknya memiliki suatu wadah komunitas untuk berkoordinasi dengan anggotanya. Juga mempermudah komunikasi bila ada suatu kejadian, sehingga aktivitas pengerahan massa yang mengarah pada perilaku merugikan, dapat diredam.

Bukan tanpa alasan, sebab anggota ojol yang tercatat sampai saat ini diperkirakan mencapai 15 ribu anggota. “Paling tidak dibentuk suatu paguyuban, sehingga tiap gerakan minimal harus satu komando. Secepatnya agar bisa terbentuk dan bisa bernaung dalam satu wadah,”  tandasnya. (tor/laz)