JOGJA – Pemerintah pusat boleh jadi menunjuk Jogjakarta sebagai salah satu dari 10 destinasi wisata utama di Indonesia. Namun, label tersebut ternyata belum mampu mendongkrak tingkat kunjungan wisata internasional.
Menteri Pariwisata Arief Yahya menyebut, dari 14 juta kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia selama 2017, hanya satu persen yang berkunjung di DIJ.
Menurut Arief, hal itu disebabkan rute pernerbangan DIJ ke luar negeri sangat minim, begitu pula sebaliknya.
“Penerbangan langsung ke luar negeri di DIJ hanya ke Singapura dan Malaysia,” ujarnya di Hotel Allana Rabu (14/3).
Wisman yang memanfaatkan direct flight ke Jogjakarta hanya berkisar 125 ribu per tahun. Dia menilai, ketiadaan airport berstandar internasional menjadi salah satu kelemahan Jogjakarta. Tidak seperti Bali.”Kalau saya datang ke Jogjakarta harus keliling dulu tuh di atas sekitar 30 menit,” sindirnya.
Dengan dibangunnya New Yogyakarta International Airport (NYIA) yang ditargetkan selesai 2019 Arief optimistis, tingkat kunjungan wisman di DIJ bakal meroket. Dia pun menargetkan hingga 2 juta kunjungan wisman. “Saya yakin dengan Borobudur sebagai ikonnya, target kunjungan 2 juta bakal terealisasi,” katanya.
Kepala Dinas Pariwisata DIJ Aris Riyanto mengakui kunjungan wisman masih sangat minim. Selama 2017 hanya 400 wisman berkunjung di DIJ. “Kunjungan itu naik dari tahun sebelumnya sebesar 356ribu,” katanya.
Tentang target 2 juta kunjungan, jelas Aris, meliputi tiga kawasan. Yakni Jogja, Solo, dan Semarang (Joglo Semar). Target itu berdasarkan asumsi bahwa ketiga wilayah tersebut telah memiliki bandara intenasional. “Untuk DIJ sendiri targetnya 800 ribu wisman,” katanya.
Sementara itu, seiring upaya peningkatan kunjungan wisman di DIJ, Kantor Imigrasi Kelas I Jogjakarta mulai memperketat kedatangan warga asing di Jogjakarta melalui Aplikasi Pelaporan Orang Asing (APOA).
Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Jogjakarta Syafrial menuturkan, penerapan APOA bukan untuk membelenggu, melainkan sebagai tindakan preventif izin penggunaan visa warga asing selama berada di Indonesia. Nantinya setiap visa akan dipasang barcode yang memuat data pribadi pemegangnya. Penerapan APOA dimulai di terminal kedatangan bandara.
Dalam penerapan APOA, kantor imigrasi bekerja sama dengan Persatuan Hotel dan Restaurant Indonesia (PHRI) DIJ, kampus-kampus, dan maskapai penerbangan internasional di Jogjakarta. Ada empat perguruan tinggi yang disasar, yakni Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dan Universitas Ahmad Dahlan.
Menggunakan alat khusus, manajemen hotel tempat menginap orang asing wajib memindai barcode pada visa setiap tamunya. Demikian pula kampus-kampus yang memiliki mahasiswa asing. “Ini sebagai salah satu cara memantau kedatangan orang asing,” jelasnya.
Pada tahap sosialisasi APOA hingga pertengahan tahun ini, kantor imigrasi belum menerapkan sanksi bagi pelanggar. Termasuk kepada manajemen hotel, kampus, maupun maskapai yang tidak mendata orang asing. Namun, selanjutnya akan diberlakukan sanksi bagi pelanggar, merujuk Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Tempat Pemeriksaan Imigrasi Tertentu, Syarat, dan Tujuan Kedatangan bagi Orang Asing. Regulasi ini menyebutkan, pemilik tempat usaha (hotel), kampus, maupun maskapai yang tidak melaporkan data keberadaan orang asing diancam pidana penjara tiga bulan atau denda maksimal Rp 25 juta. (bhn/dwi/ila/yog/mg1)