SEMPAT ditentang kedua orang tua saat menggeluti olahraga sepatu roda, tak menggoyahkan Sugeng Saksono. Diapun membuktikan diri dan menjadi atlet berprestasi. Harumkan Jogjakarta.
ANA R DEWI, Jogja
Nama Sugeng Laksono cukup harum bagi pecinta oalharag sepatu roda di Jogjakarta. Bagaimana tidak, pria kelahiran Jogja itu beberapa kali sukses menorehkan prestasi untuk Kota Pelajar-julukan Jogjakarta.
Setelah gantung sepatu roda, Sugeng mencoba peruntungan menjadi pelatih. Diapun ditunjuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) DIJ untuk melatih tim sepatu roda DIJ. Kini sudah tiga tahun pria 38 tahun itu menjadi pelatih Puslatda Sepatu Roda DIJ.
Di sela-sela kesibukannya melatih, Sugeng menceritakan karir sebagai atlet. Dia menuturkan jatuh hati pada dunia olahraga sepatu roda saat duduk di sekolah dasar (SD). Awalnya dia melihat orang bermain sepatu roda di jalan. “Kemudian saya tertarik dan menjadi hobi yang keterusan,” bebernya.
Diapun mengaku sempat ditentang oleh kedua orang tuanya lantaran saat itu sepatu roda terbilang olahraga mahal dan berisiko. “Yang melarang terutama ibu,’’ tutur pria dua anak itu.
Suka duka pun Sugeng alami diawal karirnya. Ibunya bahkan harus pinjam uang untuk membelikan saya sepatu roda seharga Rp 5 juta. Melihat pengorbanan sang ibu, diapun bertekad ingin membuktikan olahraga yang begitu dia cintai itu bisa menghasilkan. “Saat saya mendapatkan medali pertama, orang tua saya bangga dan mendukung saya sepenuhnya,” kenangnya.
Di puncak karirnya, Sugeng sempat mendapat beberapa tawaran dari luar daerah. Di antaranya Kalimantan dan Riau. Namun dia menolak. Dia mengaku sangat cinta Jogja dan tidak mau membela daerah lain. “Saya bertekad ingin memajukan prestasi sepatu roda di daerah saya,” tegasnya.
Prestasi yang ditorehkan Sugeng terbilang mentereng. Di antaranya, medali Perak pada Pekan Olahraga Nasional (PON) 2000, medali perak Piala Ibu Negara (PIN) 2014, medali emas Porprov 2016, medali perak V3 Open 2014, dan medali perak Bekasi Open 2009.
Ajang yang tak terlupakan Sugeng adalah saat dia merebut dua perak dan perunggu di Jateng Open 2011. Dia sempat pesimis saat itu karena paling senior dan merasa tidak mampu lantaran lawan saya adalah atlet-atlet muda. Namun ternyata dia bisa membawa pulang medali. “Terlebih ajang itu cukup bergengsi,’’ imbuhnya.
Saat ini, Sugeng tengah fokus mempersiapkan anak didiknya untuk berlaga di ajang Pra-PON yang akan berlangsung September mendatang. Semua cabang olahraga (cabor) berlomba untuk meloloskan atletnya supaya bisa bermain di PON Papua 2020.”Saya berharap kontingen DIJ di PON 2020 meraih prestasi yang baik,” harap Sugeng. (din/by).