JOGJA – Tahun ini ditargetkan tidak ada lagi kawasan kumuh di Kota Jogja. Hingga saat ini masih tersisa 60 hektare, dari hasil perhitungan luasan kumuh akhir tahun 2018 yakni 264.9 hektare.

Berdasarkan SK Walikota Nomor 216 Tahun 2016 Tentang Penetapan Lokasi Kawasan Kumuh Kota Jogja, akhir tahun ini 0 persen untuk kawasan kumuh. Asisten Koordinasi Kota Kelembagaan dan Kolaborasi Program Kota tanpa kumuh (Kotaku) Dedi Asmoko menuturkan sedangkan penanganan lahan kumuh harus sudah selesai di penghujung 2019. “Itu nanti harus selesai sesuai dengan aturan penganggaran pusat,” katanya disela kegiatan pelatihan Lurah, BKM, UPL, TIPP, Program Kotaku di Ruang Arjuna, Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Kota Jogja Senin (15/7).

Untuk penganggaran memanfaatkan dana Bantuan Pemerintah untuk Masyarakat (BPM). “Peruntukannya untuk kegiatan yang secara langsung berkontribusi terhadap penanganan dan pengurangan kumuh,” tuturnya.

Menurut dia, ada 11 kelurahan yang menjadi fokus. Masing-masing kelurahan mendapat alokasi dana BPM sebesar Rp 17,5 Miliar dan dana Peningkatan Kapasitas Masyarakat (PKM).

Dedi menyebut, anggaran terkecil Rp 500 juta untuk Kelurahan Notoprajan, dan yang terbesar yakni Rp 2 Miliar untuk Kelurahan Prenggan, Klitren, Tegalrejo, Pringgokusuman, Wirogunan, Bumijo, dan Cokrodiningratan.Sedangkan dana PKM dengan total Rp 110 juta  untuk 11 Kelurahan yang masing-masing Kelurahan menerima alokasi dana Rp 10 juta. Dana PKM ini untuk dimanfaatkan sebagai Peningkatan Kapasitas Masyarakat untuk beberapa jenis kegiatan pelatihan.

Dedi juga mengatakan beberapa indikator yang menjadi faktor penyebab wilayah itu menjadi kumuh yaitu dengan melihat kriteria sesuai tujuh indikator plus 1. Dii antaranya bangunan, jalan, drainase, air minum, limbah, persampahan dan proteksi kebakaran serta Ruang Terbuka Hijau atau Publik. Jika diperinci lagi, lanjut dia, ada 19 kriteria dari bangunan itu sendiri seperti mulai dari kriteria ketidakaturan, ketiaklayakan, dan kepadatan bangunan, dan sebagainya.

Dia menyebut setiap wilayah memiliki faktor tertentu yang menyebabkan wilayah itu menjadi disebut lokasi kumuh.

“Kebanyakan yang mensuport dan memberikan kontribusi skor kumuh adalah sampah dan proteksi kebakaran,” tuturnya

Salah satu peserta BKM Tegalrejo, Oleg Johan mengaku optimis bisa mengejar target 0 hektar disebut wilayah kumuh. Dimana wilayah Kelurahan Tegalrejo sudah mencapai 80 persen untuk pengentasan wilayah kumuh. Tinggal untuk mengejar 20 persen ketertinggalan yang ada pada empat RW. “Optimis pasti, karena sebenarnya ketika pembangunan itu berdampak pada masyarakat langsung kan tidak hanya sekedar faktor fisik saja yang terbangun tapi juga sosial dan ekonominya,” ungkap caleg terpilih DPRD Kota Jogja itu.

Tegalrejo sendiri menerima alokasi dana paling besar sebesar Rp 2 Miliar dibagi menjadi empat RW. Alokasi itu digunakan untuk Pembuatan drainase, jalan setapak, dan beberapa RTH, serta penataan kawasan kumuh berupa pemagaran jalan agar tidak dibuat untuk pembuangan tempat sampah.”Semoga sisanya ini kami bisa mengejar,” harapnya. (cr15/pra/er)