SLEMAN – Jogjakarta terkenal sebagai Kota Pelajar. Selain itu, banyak seniman hebat di Kota Gudeg ini. Baik perupa, kriya, musik, tari dan sebagainya.

Tingkat kreativitas warga pun sangat tinggi. Termasuk anak muda yang di dalamnya ada pelajar dan mahasiswa. Banyak bakat perupa yang ada dalam diri anak muda itu. Namun, kreativitas itu kadang kebablasan.

Tengok saja jembatan, jalan, atau tembok bangunan rumah. Aksi corat-coret atau vandalisme ini sudah akrab di kalangan pelajar di Bumi Sembada.

Tembok yang bersih seakan menjadi daya pikat pelaku. Dari pantauan Radar Jogja, banyak korban vandalisme adalah bangunan yang baru selesai dicat ulang.

Selain itu, jembatan dan rumah yang tidak berpenghuni turut menjadi sasaran. Pemerintah masih belum bisa menemukan solusi mengatasi hal itu.

“Kami masih kesulitan menertibkan pelaku vandalisme,” ujar Kabid Ketentraman dan Ketertiban, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Sleman, Edi Santoso Kamis (22/11).

Aksi vandalisme biasanya dilakukan malam hari. Dimana kondisi sudah sepi, sehingga aksi vandalisme mudah dilakukan tanpa ketahuan.

Selain kesulitan melacak pelaku, Satpol PP juga kesulitan menerapkan hukuman. Sebab, Sleman belum memiliki aturan spesifik menghukum pelaku vandalisme.

“Paling hanya sanksi sosial seperti membersihkan tembok dengan mengecat ulang,” ujarnya.

Terpisah, KBO Satbinmas Polres Sleman, Iptu Djoko Budiono memandang vandalisme sebagai ajang menonjolkan identitas. “Kan jelas itu ada identitasnya, misalnya dari geng mana,” ujarnya.

Dari corat coret tersebut bisa menimbulkan rentetan persoalan. Seperti pertikaian antar-kelompok. “Ini yang berbahaya, ketika ada tulisan A, lalu dicoret dan di atasnya diganti jadi B, ujung-ujungnya salah paham,” kata Djoko.

APihaknya juga kesulitan menindak pelaku. Faktor usia di bawah umur menjadi penyebabnya. Pihaknya intens memberikan sosialisasi ke sekolah-sekolah. “Terutama kami sampaikan saat masa orientasi,” kata Djoko.

Salah seorang warga yang melintas di flyover Jombor, Budi Susilo mengatakan vandalisme di DIJ sudah mengkhawatirkan. “Kalau bisa pemerintah membuatkan lomba atau tempat khusus kepada mereka,” usulnya. (har/iwa/zl)