RADAR JOGJA – Bandara tak sekadar menjadi area perlintasan penumpang pesawat. Pintu masuk moda transportasi udara ini juga dapat menjadi etalasi seni dan budaya. Salah satunya dengan menampilkan potensi kearifan lokal daerah setempat.

Konsep inilah yang diusung oleh PT  Angkasa Pura (AP) I (Persero). Setiap bandaranya wajib menampilkan kekayaan seni dan budaya daerah. Baik dalam wujud desain interior, kolaborasi pelayanan hingga pementasan seni.

“Wujud kolaborasi antara bandara dengan kekayaan kearifan lokal, jadi tidak hanya sebagai perlintasan penumpang. Tapi menjadi wujud etalase dari potensi seni budaya di daerah itu,” jelas Direktur Utama PT Angkasa Pura I Faik Fahmi, ditemui di Bandara Internasional Adisutjipto Jogjakarta, Selasa (31/12).

Menurutnya kolaborasi ini mampu menjadi daya tarik bagi penumpang. Terutama saat menunggu jadwal penerbangan. Apalagi jika wujud tampilan menampilkan keunikan dan keindahan seni budaya.

Faik tak menampik konsep tersebut bertujuan pula untuk meningkatkan angka kunjungan wisata. Agar wisatawan setidaknya mampu meraba ciri khas seni dan budaya daerah yang disinggahi. Walau tampilan yang diusung di setiap bandara tidak utuh.

“Kalau penumpang khususnya wisatawan tertarik, bisa langsung mengunjungi daerah asal kesenian itu. Kami turut melibatkan sanggar-sanggar seni yang ada. Menjadi peran pelestari pula dengan memberikan ruang apresiasi,”  katanya.

Konsep kolaborasi kearifan lokal yang telah terwujud di Bandara Adisutjipto di antaranya penggunaan bahasa Jawa selain Bahasa Inggris dan Indonesia untuk pengumuman (announcement) yang berlangusng setiap hari. Selain itu ada kirab akhir tahun yang semakin spesial dengan hadirnya Kereta Kencana Kyai Adisutjipto. Kereta kuda pemberian GBPH Yudhaningrat ini rutin hadir dalam pertunjukan kirab di Bandara Adisutjipto.

“Kereta kencana ini sebagai ikon budaya. Simbolis wujud komitmen kami untuk mendukung seni dan budaya Jogjakarta. Ada peran pula sebagai pelestari budaya lokal,” kata General Manager PT AP I Bandara Internasional Adisutjipto Jogjakarta Agus Pandu Purnama.

Pandu, sapaannya, memastikan kirab tak sekadar seremonial semata. Pihaknya ingin upaya pelestarian seni budaya menjadi komitmen yang kuat dengan melibatkan kelompok-kelompok seni di Jogjakarta.

Dia berharap konsep ini dapat diadaptasi oleh perusahaan negara maupun swasta lainnya. Menurut Pandu, peran pelestarian kearifan lokal merupakan tanggungjawab bersama sehingga perlu diwujudkan dengan penampilan kolaboratif yang menarik.

“Yogyakarta Internasional Airport (YIA) akan menyajikan konsep yang sama. Apalagi sebentar lagi, bandara di Kulonprogo ini menjadi pintu utama wisatawan dunia. Jadi kalau bukan kita, siapa lagi,” ajaknya.

Kepala Dinas Pariwisata Singgih Raharjo mendorong agar seluruh pelaku usaha wisata memiliki ciri khas Jogjakarta melalui surat edaran Nomor 565 Tahun 2017.  Tentang rancangan pakaian pelaku wisata yang harus memiliki ciri khas Jogjakarta yang kuat.

“Masyarakat Jogjakarta ini harus cinta dengan kebudayaan yang dimiliki. Nah kalau untuk pelaku usaha wisata wajib ada pakaian identik khas Jogjakarta. Jad ada ciri khas khusus yang menjadi brand image wisata di Jogjakarta secara umum,” katanya. (dwi/tif)