RADAR JOGJA – Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) DIJ Aris Eko Nugroho mengakui tak mudah menjaga sebuah kearifan lokal. Salah satu penyebab utama adalah perbedaan pandangan di kalangan generasi pendahulu. Antara tetap mempertahankan atau mengembangkan ragam seni yang ada.
Walau begitu Aris memastikan jajarannya telah memiliki rencana strategis. Bicara pelestarian, lanjut dia, berarti berbicara tentang pemeliharaan dan pengembangan. Artinya untuk menjaga sebuah kearifan lokal tak perlu berjalan di tempat.
“Jiwanya iya tradisi tapi dengan format kekinian. Mau tidak mau harus terbuka untuk pola pandang seperti ini. Bukan bertujuan merusak tatanan tapi ini adalah wujud pelestarian,” jelasnya saat ditemui di Gedung Societet TBY, Rabu malam (8/1).
Aris meyakini cara ini mampu menarik minat generasi muda. Terlebih pintu inovasi dan kreatifitas terbuka lebar. Sehingga para generasi muda bisa menyalurkan pikirannya. Turut menyumbang ide dan gagasan atas kekayaan tradisi.
“Lahirlah jiwa merasa memiliki dan merasa ada andil untuk melestarikan. Konsep-konsep ini yang sedang kami kembangkan,” katanya.
Langkah terbaru adalah pementasan kethoprak dan sandiwara Bahasa Jawa rutin. Berlangsung setiap Rabu malam di Gedung Societet TBY. Seluruh pengisi adalah kelompok-kelompok seni yang ada di Jogjakarta.
Dia berharap konsep ini setidaknya bisa terimplementasi. Di sisi lain Aris juga meminta agar pemangku kebijakan lain mengubah pola pandang. Tak lagi menghadirkan sebuah pementasan sekadar sebagai tanggapan. Tapi mendampingi kelompok-kelompok seni dalam sebuah pembinaan.
“Tanggapan terkadang hanya seremonial, sekali lalu selesai, tidak ada tindak lanjutnya. Padahal pelestarian itu harus ada eksistensi pelaku seni. Bisa dibanggakan tapi juga berguna bagi masyarakat,” ujarnya.
Adanya panggung rutin ini juga diharapkan mendapat respon baik. Apalagi selama ini ruang berapresiasi masih sangat minim. Sehingga setiap pelaku seni kethoprak maupun sandiwara bahasa Jawa memiliki ruang.
“Pada kondisi saat ini belum bisa merangkul semua pihak karena ada kelompok yang berbeda pola pandang. Tapi kan juga tidak mungkin upaya pelestarian berhenti. Setidaknya ruang apresiasi ini bisa merangsang tumbuhnya kelompok kethoprak dan dagelan Mataram,” katanya. (dwi/tif)