RADAR JOGJA – Akhir-akhir ini kinerja UPT Malioboro kembali disorot. Karena banyaknya pelanggaran, yang terkesan dibiarkan di Malioboro. Padahal saat ini mereka berkerja seadanya. Tanpa personel Jogoboro dan petugas kebersihan. Kantor pun sementara numpang.

Petugas di kantor sementara unit pelaksana teknis (UPT) Malioboro asyik memainkan komputer saat Radar Jogja bertandang Rabu sore (29/1). Tak banyak aktivitas. Karena juga jelang waktu pulang kantor. “Ini baru pulang dari memantau Malioboro,” katanya.

Dia meminta Radar Jogja untuk menunggu, saat dikatakan hendak bertemu Kepala UPT Malioboro Ekwanto. Karena sedang berada di luar kantor. Sambil menunggu, dia sempat bercerita tentang kantor sementara UPT yang terletak di kompleks Taman Pintar itu. Kantor sementara sejak Desember berpindah itu, tidak seluas di kantor lama di kawasan Malioboro.

“Idealnya memang dekat daerah yang diawasi, ini lumayan bolak-baliknya,” katanya.

Ya sejak Desember lalu, UPT Malioboro harus pindah. Itu karena kantor lama, di komplek kantor Dinas Pariwisata DIJ dibongkar. Mau dibangun museum Urban Planning. Tak lama Ekwanto sudah kembali ke kantor sementara UPT Malioboro. “Mohon maaf ruangannya seadanya, kalau tamu mau datang harus tanya dulu berapa orang biar muat,” selorohnya.

Tak hanya ruangannya yang harus berbagi dengan pegawai lain. Untuk ruang closed camera television (CCTV) untuk memantau Malioboro belum tersedia. Sebab, sejak pindahan kantor sampai sekarang belum bisa dioperasikan. Untuk radio komunitas Malioboro juga hanya baru bisa operasi dari Pasar Beringharjo ke selatan.

Kondisi itu diperparah dengan petugas Jogoboro dan kebersihan di Malioboro yang harus off sementara. Ya sejak 1 Januari lalu tidak ada Jogoboro dan petugas kebersihan yang bertugas. Untuk sementara mereka digantikan Satpol PP Kota Jogja dan petuhas dari Dinas Lingkungan Hidup. “Yang pasti Malioboro tetap ada yang jaga,” ungkap mantan Lurah Prawirodirjan itu.

Hal itu karena pemkot tahun ini mendapat mandat melaksanakan Bantuan Keuangan Khusus dari dana keistimewaan. Sehingga banyak informasi yang belum bisa disampaikan terkait dengan hal-hal yang bersifat teknis berkaitan dengan keuangan. “Karena dari pusat juga terlambat,” ujarnya.

Dia mengaku, tanpa Jogoboro kewalahan mengawasi Malioboro. Dikarenakan keterbatasan pengawasan oleh Satpol PP yang tidak bisa standby selama 24 jam seperti Jogoboro. Terpaksa, dia juga harus mengerahkan petugas internal UPT. Padahal saat ini hanya ada tiga orang PNS yang bertugas di UPT. Termasuk dirinya turun langsung ke lapangan.

“Sangat tidak mencukupi untuk kawasan sepanjang kilometer Malioboro. Yang jelas enggak mampu untuk penertiban semuanya,” ucapnya.

Selama tanpa Jogoboro ini, Ekwanto mengakui banyak pelanggaran di Malioboro. Paling banyak adalah pedagang liar gerobakan atau asongan maupun becak-becak yang berhenti dan parkir sembarangan di jalur cepat Malioboro. Dia pun menegur langsung, hingga menggemboskan ban becak. “Saya gembosi langsung (ban becak) enggak boleh di sini, saya berapa kali peringati sampai hafal orang-orangnya,” tuturnya.

Ekwanto mengaku, untuk pengadaan jasa Jogoboro sebenarnya sudah dari Desember 2019. Dengan melaksakan proses lelang bagi penyedia jasa pihak ketiga. Namun karena adanya ketidakpastian turunnya Danais, selama tiga minggu dan mengalami keterlambatan proses pengadaan. “Kami fokuskan 11 bulan untuk tenaga Jogoboro saja, harusnya 12 bulan karena satu bulan tidak cukup untuk proses lelang,” jelasnya.

Dijadwlakan, hari ini (30/1) sudah ada penetapan pemenang pihak ketiga tersebut untuk masing-masing yang mengampu keamanan maupun kebersihan di malioboro. Per 1 Februari kawasan Malioboro akan kembali ditertibkan lagi dengan operasionalnya petugas Jogoboro maupun kebersihan. “Kami harapkan malioboro tertata kembali sehingga enak dan nyaman dinikmati lagi,” harapnya.
Kabar gembira lainnya, kantor UPT Malioboro juga akan dipindahkan ke kantor baru di Jalan Tukangan No 49, Tegalpanggung. “Insyaallah ini tetap, kami akan pindah Februari juga,” imbuhnya. (wia/pra)