JOGJA – Upaya pengurangan sampah plastik menjadi kampanye nasional. Salah satunya dengan mengurangi pemakaian kantong belanja plastik atau yang dikenal dengan tas kresek. Selain toko ritel modern yang membuat aturan kantong belanja berbayar, ada alternatif lain. Yaitu dengan kantong belanja organik.

Temuan bangkai ikan Paus di Sulawesi maupun bangkai penyu di Kulonprogo yang di dalam tubuhnya terdapat sampah plastik, jadi salah satu alasan kampanye pengurangan sampah plastik. Selain itu tas kresek yang dipakai berbelanja selama ini juga tidak ramah lingkungan. Terbuat dari plastik yang butuh puluhan tahun untuk teruari.

Mulai 1 Maret lalu, toko ritel modern menerapkan aturan kantong belanja berbayar. Setiap kantong belanja tidak lagi gratis. Tapi dihargai Rp 200. Kampanye serupa juga tengah dilakukan Pemkot Jogja dengan menyiapkan peraturan wali kota (Perwal) pengurangan sampah plastik. Draft Perwal sedang dipersiapkan.

“Ada daerah yang melarang, tapi kami (Pemkot Jogja) arahnya pengurangan kantong plastik, sekaligus memberikan alternatif,” ujar Kepala Seksi Pengurangan Sampah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Jogja Faizah S.Si, M.Si, kepada Radar Jogja Jumat (22/3).

Alternatif yang disiapkan DLH Kota Jogja, jelas Faizah, adalah penggunaan kantong belanja organik. Saat ini sudah ada produsen yang membuat kantong belanja organik dari ketela. Dinamai kantong belanja “Enviplast”. DLH Kota Jogja sudah memperoleh dan dikenalkan saat peringatan hari peduli sampah nasional pekan lalu.

“Dari informasi produsen kenapa ketela, karena bahan baku banyak ditemukan di Indonesia. Secara kimiawi juga lebih ramah lingkungan,” jelasnya.

Faizah menjelaskan, kantong belanja organik tersebut dari perhitungan akan terurai dalam waktu sekitar dua tahun. Sebagai perbandingan, untuk tas kresek yang dipakai selama ini, untuk bisa terurai butuh waktu hingga 100 tahun. Waktu urai kantong belanja organi sama dengan kantong belanja biodegradable yang diproduksi toko ritel modern.

Kantong belanja tersebut juga bisa digunakan kompos. “Bahkan bisa larut dalam air dan aman diminum. Kan terbuat dari ketela,” ungkapnya.

Diakuinya karena terbuat dari ketela, kantong belanja tersebut memiliki kelemahan untuk membawa kemasan makanan panas. Karena akan hancur.

“Kemarin sudah ada teman yang beli bakso dan dicantelke di motor, meleleh karena terkena panas mesin dan bakso yang panas,” ujar Faizah sambil tersenyum.

Dari informasi produsen, untuk biaya pembuatan kantong belanja organik relatif masih mahal. Tiga kali lipat dari biaya produksi tas kresek.

“Tapi kata produsennya kalau dibuat missal biaya bisa ditekan dan kalau bahan baku plastik dikenaik cukai, hitungan mereka harga bisa bersaing,” ujar warag Condongcatur itu.

Faizah menambahkan saat ini masih dalam taraf pengenalan. Tapi saat ini kampanye pengurangan sampah plastik juga dilakukan dengan meminta masyarakat menggunakan kembali kantong belanja mereka. Saat berbelanja.

Dia juga sempat mengomentari kebijakan toko modern yang menerapkan aturan kantong belanja berbayar. Menurut dia aturan tersebut tidak terlalu efektif karena hanya dihargai Rp 200 tiap kantong belanja.

“Akan lebih efektif bagi konsumen yang tidak meminta kantong belanja ada reward khusus,” sarannya.

Selain kantong belanja organik, kampanye pengurangan sampah plastik juga sudah dilakukan DLH Kota Jogja sejak tahun lalu. Yaitu dengan penggunaan tumbler sebagai pengganti air minum kemasan.

Saat rapat di lingkungan Pemkot, juga sudah dikampanyekan mengurangi air kemasan dan mengganti dengan gelas. Meski diakuinya selama ini masih ada suara yang menilai repot.

“Memang masih imbauan, tapi kalau sudah menjadi kebiasaan akan terasa hasilnya,” kata dia.

Saat ini, lanjut Faizah, sampah plastik di Kota Jogja jumlahnya sekitar 14 persen dari total sampah. Paling banyak masih sampah organik.

“Sesuai Jakstrada (Kebijakan strategis daerah) pengolahan sampah, target kami 2025 bisa diturunkan 30 persen,” jelasnya. (**/pra/mg1)