JOGJA – Anggota Sat Sabhara Polresta Jogja, Bripda DP masih tetap bertugas seperti biasa. Meski saat telah dilaporkan ke Bidang Profesi dan Pengamanan sekaligus ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda DIJ.
Seperti diketahui, Bripda DP dilaporkan oleh pacarnya, yang berinisial OKD, karena diduga melakukan tindak penganiayaan dan tindak kekerasan. Bahkan diketahui OKD juga tengah mengandung 2,5 bulan, hasil hubungan dengan Bripda DP.
Kabid Humas Polda DIJ Kombespol Yuliyanto menuturkan terlapor belum dinonaktifkan. Artinya saat ini Bripda DP tetap bertugas di Polresta Jogja. Penonaktifan, lanjutnya, menunggu hasil penyelidikan. Tentu saja selama pemeriksaan, DP wajib mendatangi Polda DIJ.
“Keputusan pelaku ditahan tetap menunggu pemeriksajaan. Apakah memenuhi unsur dakwaan atau tidak,” ujarnya ditemui di Mapolda DIJ Selasa (6/8).
Anggota Sat Sabhara Polresta Jogja tersebut dilaporkan ke dua instansi kepolisian sekaligus. Dalam laporan Ditreskrimum, terlapor dikenakan sanksi tindak pidana penganiayaan. Ancamannya Pasal 351 KUHP dengan ancaman pidana paling lama dua tahun delapan bulan. Sementara dalam laporan Bidpropam, terlapor melanggar Pasal 5 (a) Peraturan Pemerintah RI 02/2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian.
Terkait detail sanksi, perwira menengah tiga melati ini belum bisa menjawab. Terlebih saat ini baik Bidpropram dan Ditreskrimum tengah melakukan pemeriksaan kepada korban maupun pelaku.
“Yang jelas tidak ada toleransi perbuatan anggota seperti itu. Pasti ada tindakan, kalau melanggar kode etik maka akan ada sidang kode etik. Disamping ada laporan pidana umum, maka reserse yang akan melaksanakan pemeriksaan,” tegas Kapolres Sleman medio 2016 itu.
Sedang Pembina LKBH Pandawa Mohamad Novweni selaku pendamping hukum OKD, berharap proses hukum terbuka dan berlaku tegas. Terlebih bukti visum kekerasan dari RS Panti Rapih telah terlampir. Pohaknya siap memenuhi panggilan guna mengumbulkan bukti dan keterangan korban.
Novweni menuturkaan awal kejadian berlangsung di kawasan jalan Diponegoro Kranggan Jetis, Senin siang (29/7). Saat itu keduanya tengah berada dalam kendaraan roda empat milik terlapor. Percekcokan berawal saat terlapor melihat percakapan whatsapp milik korban.
“Terlapor ini cemburu saat ada WA (whatsapp) masuk. Terjadilah cek cok di dalam mobil, lalu puncaknya melakukan pemukulan. Setelahnya terlapor mengantarkan pulang korban ke kosnya di kawasan Jalan Magelang,” jelasnya ditemui di kantor LKBH Pandawa.
Selang sehari, tepatnya Rabu (31/7) OKD langsung menuju RS Panti Rapih. Dalam pemeriksaan, korban mengalami trauma fisik disejumlah tubuh. Diantaranya pipi sebelah kanan memar, bibir pecah, gigi tanggal hingga cengkraman di lengan sebelah kanan.
Dari pemeriksaan medis diketahui pula korban tengah mengandung 2,5 bulan. Alhasil oleh petugas medis, OKD diminta opname selama dua hari. Korban diijinkan pulang Kamis (1/8) dengan kontrol rutin setiap minggunya.
“Opname karena kondisi korban ini mengandung. Dari penuturan korban hasil berhubungan dengan terlapor,” ujarnya.
Hingga saat ini, terlapor tidak memiliki itikad baik. Inipula yang menjadi pegangan bagi korban untuk melaporkan ke Polda DIJ. Disinggung adanya ancaman, Novweni tidak lantas mengiyakan. Hanya saja dia membenarkan OKD mengalami tekanan psikis.
Pertemuan dengan terlapor sejatinya telah berlangsung. Sayangnya Bripda DP tidak menunjukan etikad baik. Hingga akhirnya OKD memutuskan ada langkah tegas. Harapannya langkah tegas institusi dapat memberikan keadilam.
“Korban memang ada rasa ketakutan. Apakah terlapor melakukan ancaman masih kami telusuri. Yang jelas klien kami secara psikis merasa ada intimidasi. Entah karena telepon atau apapun,” jelasnya. (dwi/pra/by)