RADAR JOGJA – UNESCO menginisiasi proyek pemetaan risiko cagar budaya di kawasan Prambanan. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari advokasi UNESCO terhadap pendekatan multi-disipliner dalam hal manajemen warisan budaya.
Dengan pendanaan dari UNESCO Heritage Emergency Fund, pemetaan risiko cagar budaya di kawasan Prambanan dilakukan bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah dan DIJ, PT Waindo SpecTerra, dan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Proyek ini bertujuan menegaskan pentingnya mitigasi bencana di sektor budaya dengan cara pemetaan warisan budaya, baik yang benda maupun tak benda, yang berlokasi di kawasan yang rawan bencana alam seperti gempa dan tanah longsor.
”Kawasan Prambanan dipilih sebagai lokasi pertama, dan harapannya di masa depan, inisiatif bersifat pencegahan sebelum bencana terjadi di sektor budaya dapat menjadi diskursus arus utama di tingkat nasional,” jelas Direktur UNESCO Jakarta Shahbaz Khan.
Menurutnya, kerja sama yang dilakukan oleh BNPB, serta unit-unit pelestari cagar budaya dibawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta para ahli sangat bagus. ”Kami berharap proyek ini dapat menjadi contoh agar daerah lain di Indonesia pun dapat melakukan hal serupa,” sebutnya.
Proyek ini nantinya menghasilkan gambar-gambar digital tiga dimensi dari tujuh warisan budaya candi yaitu Prambanan, Sewu, Lumbung, Bubrah, Ghana, Ijo, dan Ratu Boko. Selain itu juga indeks kerentanan dan indeks risiko masing-masing candi dan data geologis dari kawasan sekitar candi-candi tersebut.
Candi-candi ini terletak di atas Sesar Opak, yakni salah satu patahan paling aktif yang mana pergerakannya telah mengakibatkan bencana alam di sekitar Jogjakarta dan sekitarnya. Proyek ini juga akan mendokumentasikan cagar budaya tak benda, seperti cerita rakyat, pertunjukan tradisional, ritual dan kepercayaan berkolaborasi dengan para komunitas di desa sekitar kawasan candi.
”Memetakan tujuh situs cagar budaya sebagai bagian dari inistiatif penanggulangan bencana sangat penting untuk dilakukan mengingat tingginya resiko terjadinya bencana di lokasi-lokasi tersebut,” kata Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) DIJ Zaimul Azzah. (ila)